Senin, 17 September 2018

Self Talk

Bismillah... 
Untuk sementara blog ini tidak terlalu diexpose kemana-mana karena kontennya kebanyakan bersifat pribadi, meskipun bisa jadi inspirasi bagi orang lain tapi tetap saja ada rasa risih jika orang lain tahu keluhan kita. So, biarlah jadi tempat penampungan junkstory penulis dulu sebagai tempat pelampiasan hobi self talk. Maka beruntunglah kalian yang bisa membaca tulisan ini tanpa sengaja karena sebenarnya ini tulisan spesial, hanya untuk orang yang "spesial" yang dikehendaki Allah untuk membacanya. heheh :D

Ada yang bilang begini "jangan curhat ke sembarang orang sebab tak ada orang yang bisa sepenuhnya dipercaya kecuali orang tua kita karena mereka yang dititipi kisah bisa kapan saja membeberkan pada orang lain cerita kita terutama jika curhatnya pada orang yang tidak jelas".  

Yah,,, mendengar statment itu saya sangat setuju tapi ada masanya kita harus bisa percaya pada orang lain selain orang tua kita karena tidak selamanya orang tua selalu ada bersama kita di lain sisi tentunya setiap anak tak ingin membuat orang tuanya susah karena memikirkan masalah anaknya. Jadi tak mengapalah berbagi kisah pada orang lain yang menurut kita bisa memberi solusi dan mempunyai ilmu lebih baik dari apa yang kita punya. Tapi,, jika masih belum bisa percaya pada orang lain maka cukup percaya pada Allah dan dirimu saja. Lakukan musyawarah dengan hati dan pikiranmu. Cari solusi yang mewakili kata hati dan logika. Ini saya selalu sebut dengan "Self Talk" alias bicara sendiri. Saat bicara sendiri saya ikut melibatkan jari-jemari sebagai notulen. Terkesan ribet sih tapi cara ini cukup membuat legah perasaan, sedari kecil saya lebih suka menuangkan perasaan dengan tulisan bukan karena tidak percayaan sama orang lain tapi karena memang tak ada orang yang bisa ditempati berkeluh kesah, semua pada sibuk dengan urusannya masing-masing tak ada waktu untuk berbicara dari hati ke hati bahkan pada orang tua sekalipun. 

Saat masalah menumpuk, saat banyak hal yang mengganjal di hati, rasa jenuh menghampiri dan sederetan bumbu-bumbu kehidupan mewarnai cobalah untuk berdialog dengan hatimu lalu pasrahkan semuanya pada Allah yang maha membolak-balikkan hati seluruh manusia di bumi. 

Tulislah kisahmu... abadikan setiap rasa yang pernah singgah hingga kelak di masa mendatang kau jadikan itu sebagai kenangan dan pelajaran lalu kau akan berkata "Maha suci Allah atas segala karunia dan hidayahNya, semua masalah yang terasa sangat berat di masa lalu telah pergi teriring dengan kesabaran tanpa batas yang kini menyisakan rasa syukur yang mendalam". Yah... selagi kita percaya bahwa janji Allah itu pasti, setiap masalah ada solusinya, tinggal kita mau mengambil jalan yang mana, apakah jalan yang Allah tawarkan atau jalan pintas yang instan sesuai dengan nafsu kita. Saat Allah menyuruh kita untuk bersabar maka bersabarlah, saat Allah menjanjikan nikmat akan bertambah saat kita bersyukur dan ridha dengan apa yang kita miliki maka bersyukurlah dan perbanyak istigfar bisa jadi kesulitan demi kesulitan yang kita alami karena setumpukan dosa kita yang Allah inginkan kita menebusnya dengan musibah yang terus-terus menggelisahkan jiwa. Dari situlah kita harus menyadari betapa besar kasih sayang Allah pada hambanya. Jadiii... wahai diri, jangan bersedih! Allah cinta kamu yang senantiasa bersabar, bersyukur dan meminta ampun kepadaNya. Adakah yang lebih indah daripada cinta yang Allah sisipkan dalam hati kita? Cinta pada Allah yang kita sematkan dalam dada jauh lebih berharga dari pada dunia dan seisinya. Jadi jangan lagi ada kata galau apa lagi sampai berburuksangka pada Allah sebab telah jelaslah janji Allah bahwa Ia tak akan membebani hambaNya di luar batas kesanggupannya.

Yaaah... itu contoh self talk penulis dengan hatinya. Selamat mencoba bagi anda yang beruntung bisa membaca tulisan ini. Ingat, Anda itu spesial loh... Barakallahu fiik... Semoga bermanfaat. 
Wassalam...

Kamis, 24 Mei 2018

Sang Pejuang

Bukankah kita sang pejuang?
Menerjang fajar hingga matahari terbenam
Menembus malam walau mata berkunang-kunang
Memijaki tangga demi tangga kehidupan untuk mencapai puncak harapan

Bukankah kita sang pejuang?
Siang dan malam mencari jalan
mengejar keniscayaan walau yang terlihat adalah ketidakmungkinan
Bagai mentari di balik awan yang bersinar saat mendung hilang
Bagai pelangi setelah hujan yang mewarnai saat langit terang

Kami sang pejuang!
Dengan tekad dan tujuan
Dengan semangat pengorbanan
Dengan air mata yang melegakan

Kami sang pejuang!
Tetesan peluh adalah kesaksian
Jatuh bangun adalah kesetiaan
Kesabaran adalah teman

Kami Sang pejuang!
Lelah badan kami abaikan
Lelah hati kami sandarkan

Kami sang pejuang!
Berjuang dengan iman
Berjuang bersama tuhan.

Selasa, 17 April 2018

Bungaku

Gugur bungaku di persimpangan waktu
Kumbang meratap pilu
kupu-kupu terpuruk layu
Langit beraut sendu
Menyaksikan gugur bungaku

Warna bungaku telah hilang
Gugur bersama kenangan
Tak ada lagi rekah menawan
Pupuslah ia bersama sang pujaan

Sang pujangga terkulai rapuh
Tersingkap semua risau yang membelenggu
yang terkubur kemarau

Aroma semerbak membisu di depan tandu
Coklat lekat telah merindu
bungaku yang gugur di waktu itu

Pangkep, 28 Maret 2018

Rabu, 11 April 2018

Melodi Hati

Menulismu adalah candu
Mengenalmu adalah Sesuatu
Bersua denganmu adalah rindu
Mencintaimu adalah bahagiaku
Memperjuangkanmu adalah doaku
Bersanding denganmu adalah surgaku
Kamu... Adalah alasanku untuk terus menjaga hati lillahi ta'ala

-Untukmu yang mendambaku dalam ikhtiar dan doa sampai jumpa dalam mahligai cintaNya 
Uhibbuka fillah ❤

Kamis, 05 April 2018

Untukmu anak masa depanku

Untukmu anak masa depanku

Kelak jika engkau bertemu ibu,
Maafkanlah ibu... 
Sebagai madrasah utamamu, mungkin banyak hal yang luput dari ibu. 

Ibu bukanlah seseorang yang hebat seperti kebanyakan ibu yang akan kau jumpai di luar sana. Ibu adalah seorang fakir ilmu yang akan terus berjuang agar hidupmu lebih bermakna dan bermanfaat dari kehidupan yang ibu miliki.

Maafkan ibu jika tidak mampu mendidikmu menjadi anak yang pandai agama dan berakhlak mulia disebabkan kebodohan ibu di masa lalu.

Maafkan ibu jika tidak sabar meladeni tingkah lakumu yang polos dan hiperaktif di usia dini.

Maafkan ibu jika tidak mampu menemanimu bermain sepanjang waktu dan tak pernah sekalipun membacakan buku cerita sebagai pengantar tidurmu, hanya bisa memaksamu untuk memejamkan mata dengan menakut-nakutimu.

Maafkan ibu jika tidak mampu memenuhi apa yang kau inginkan. Membuatmu hanya mampu berkhayal dan iri pada teman-temanmu.

Maafkan ibu jika khilaf membuat ibu selalu menyakiti perasaanmu, tutur kata ibu pun tanpa sadar membuatmu terpukul diam-diam lantas mengusik pribadimu menjadi seseorang yang introvert dan acuh dengan lingkunganmu. 

Maafkan jika kau miskin kasih sayang dan perhatian dari ibu di masa kecilmu, tak pernah ada waktu walau sekedar untuk mendengarkan curahan keluh kesah, cita-cita dan cerita-cerita bahagiamu.

Maafkan keacuhan ibu, yang membuatmu selalu kelaparan dan pakainmu pun berantakan. Tak pernah mau peduli seperti apa teman-teman yang kau miliki dan bagaimana kau melalui hari-harimu di sekolah. Bahkan sekedar mengantarmu ke sekolah atau mengambilkan raport mu ibu tak punya waktu.

Maafkan ibu jika kau lebih memilih betah tinggal berlama-lama di sekolahmu dan hanya mampu melampiaskan sepimu di atas bukumu.

Maafkan ibu karena menjadikan rumah seperti neraka untukmu, suara-suara bising saling mengadu ego menjadi santapan indramu setiap hari. Tak kuasa kami menjadikan rumah kita sebagai tempat kembali untuk melepas lelah dan penatnya jiwa selepas kau pulang dari sekolah.

Maafkan ibu jika selalu meninggalkanmu sendirian bahkan selalu mengabaikan jerit tangismu di dikala sakit menghampiri ragamu dalam kesendirian.

Maafkan ibu karena tidak peka dengan gerak-gerikmu hingga tak tahu jika kau menyimpan banyak rasa benci dan duka yg tersembunyi dalam dadamu.

Maafkan ibu yang hanya tahu mengejar yang fana, memburu lembar-lembar rupiah dan menumpuk emas-emas yang tidak dapat kita bawa mati.

Maafkan ibu karena tak mampu mendampingimu mengejar cita-citamu, membiarkanmu mengejar kebahagiaanmu sendiri, mencari jalan tuhanmu sendiri. 

Maafkan ibu yang jahiliyah ini, bimbinglah ibu... Bantulah ibu mencari ampunan dan ridhoNya. Sudilah kiranya engkau menemani ibu menapaki surgaNya. Terimalah air mata ibu yang berbulir penyesalan dan kehinaan ini. Sekali lagi, bantu ibu untuk memperbaiki diri. Menghidupkan hati yang mati ini untuk mekar kembali, menebus kesalahan-kesalahan lalu menuju masa depan yang penuh cinta Ilahi. 

Ibu hanya ingin kau tahu, Nak.
Cukuplah semua itu... 
Cukup ibu yang merasakannya. Kau layak mendapatkan yang lebih baik dari ibu. 

Kelak, jika kau sudah tumbuh besar, ingatlah pesan ibu ini:
*Bicarakan pada ibu jika ada yang tak kau sukai dari diri ibumu, ibu pastikan akan mendengar semua keluh kesahmu karena ibu adalah pendengar yang baik, ibu tahu bagaimana rasanya menjadi yang tak didengarkan dan itu rasanya sungguh menyakitkan. 
*Nak, jangan pernah biarkan hatimu memendam benci dan susah sendiri, lapangkan hatimu dengan selalu memafkan. Balaslah keburukan dengan kebaikan, teruslah memperbaiki diri dan buatlah dirimu lebih bahagia, itulah cara balas dendam yg terbaik.
*Sedikit apapun ilmu yang ibu berikan padamu, jangan kau simpan sendiri, bagilah sebanyak-banyaknya, jadilah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain. Utamakan orang lain sebelum dirimu. Mengalahlah... Karena mengalah bukan berarti kalah tapi jangan mau dikalahkan oleh egomu. Jadilah yang qona'ah.
*Jangan pernah gadaikan imanmu, jadikan Allah yang utama di atas segalanya. Apapun yang terjadi, jangan pernah khianati cintaNya apalagi hanya karena makhlukNya. 
*Kau harus kuat Nak, walaupun seorang diri. Ah, tidak Nak, jangan pernah merasa sendiri. Ada Allah yang selalu menemanimu di setiap langkah yang kau tempuh sebab siapa yang bertuhan dialah yang bertahan walaupun sendirian.
*dan satu lagi, ibu tak ingin kau menjadi budak dunia, mengejar kebahagian dunia memang tak mengapa tapi jangan kau jadikan ambisi duniamu menguasai nuranimu. Ibu tak butuh anak yang jago ilmu dunia, prestasi dimana-mana. Tidak Nak! Bukan itu yang membuat ibu bangga. Ibu hanya ingin kau menjadi hamba yang mengerti agama, menguasai kalamullah dengan mengajarkan dan mengamalkannya dalam kehidupanmu. 
Cukup penyesalan ini ibu yang rasakan, tertatih mempelajari KalamNya di masa tua. Tapi ibu tetap bersyukur dengan Rabb yang merahmati hati ibu untuk terus berjuang mempelajari ilmuNya.

Terima kasih anak ku sayang, telah mendengarkan curhatan ibumu yang fakir ini. Teruslah jadi baik di mata Allah, jangan pernah berhenti berjuang dalam ketaatan karena nilai surga itu mahal.

Entah pertemuan ini kita mulai di dunia atau di surgaNya. Ku harap kita akan berjumpa dalam halaqah cintaNya.

-Salam penuh kasih dari ibu yang mencintaimu karena Allah.


Pangkep, 5 April 2017.

Jumat, 16 Maret 2018

Allah Sentuh Hatiku


Yaa Allah, ampunkan aku...
Tanpa sadar ku lakukan banyak hal yang tak berguna
Bahkan melakukan maksiat terasa mudah
Terkadang khilaf ini membuncah terlalu dalam
Merobek iman yang telah tertanam

Mungkinkah hatiku mulai membatu?
hingga nurani kian membisu dan merapuh
Imanpun ikut menjadi layu
oleh gempuran nafsu yang terus menyerbu

Ada apa dengan hatiku?
Terasa Allah perlahan menjauh
HidayahMu akan selalu kutunggu
Hingga akhir waktu menjemputku

Allah, sentuh hatiku...
Jangan biarkan ia kelabu
Terangilah ia dengan cahayamu
Karena tak ada daya tanpa kuasaMu.

Sebelum Negara Api Menyerang

Sebelum negara api menyerang, hati ini begitu tenang
Sebelum negara api menyerang, tak ada yang menyibukkan pikiran
Sebelum negara api menyerang, tak ada keraguan
Sebelum negara api menyerang, tak ada kegalauan.
Hei, kau si negara api! Mengapa kau datang membuat negaraku tak karuan?
Tolong, mulai sekarang hapuskan penjajahan dan halalkan hubungan dengan keimanan
Padamkan api asmara kepalsuan dengan kesejukan kasih sayang yang sejati.

Sabtu, 03 Maret 2018

Saat Menulis Membuatku Terus Bermunajat KepadaNya

Tak bisa kupungkiri, menulis itu adalah sesuatu yang menggairahkan. Menuangkan benih-benih pemikiran, perasaan dan pandangan terhadap sesuatu dalam torehan kata-kata sudah menjadi rutinitas yang sulit untuk kutinggalkan. Bermula dari kegalauan yang tak berteman membuat jariku menjadi sumber pelampiasan nurani. Bagiku, menulis adalah suatu nikmat tersendiri ketika tak mampu meluapkan perasaan lewat lisan dan saat krisis rasa memaksa bibir untuk bungkam tanpa tanya.

“Cukup Dia saja yang memahaminya”. Kalimat Itu yang selalu tertanam dalam benakku. Bisa curhat dengan Dia itu menyenangkan dan selalu saja berakhir ketenangan. Saat tak ada yang mampu memahami dirimu, saat tak ada pendengar yang mampu menengahi kebimbanganmu, maka disitulah tuhan selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahmu. Cukuplah Dia tempatmu berbagi, karena Dialah yang maha tahu apa yang terbaik untukmu. Jadi cukup ikuti saja perintah dan laranganNya. Karena tak ada daya dan upaya tanpa pertolonganNya. Teruslah belajar untuk mengerti maksud dan tujuanNya. Dialah Allah ‘Azza wa Jalla, Rabb seluruh alam yang maha pendengar dan maha penyayang.

Sedikit berbagi kisah, sekitar delapan tahun lalu, saat usia masih remaja. Masa dimana kebanyakan orang mengatakan jika masa tersebut adalah golden age, masa yang paling menyenangkan (red: melalaikan). Tapi bagiku, masa-masa itu adalah masa dimana krisis percaya diri mulai memgusik pribadiku. Selalu merasa manjadi manusia yang paling menyedihkan sedunia, rasa syukur hilang entah kemana. Disaat orang lain terlihat begitu bahagia dengan hidupnya sementara saya hanya bisa terpuruk sendiri merenungi duka, memaksa akal untuk berpikir dewasa sebelum waktunya, mencoba meredam nafsu amarah dan kekecewaan yang kian hari semakin menyudutkan diri.
Jika kebanyakan anak zaman now mencari pelampiasan lewat obat-obatan dan perbuatan diluar kewajaran, apalah saya yang hanya mampu mengambil senjata tajam. Senjata tajam yang selalu siap untuk merobek rasa yang membelenggu, memancarkan darah perjuangan, menggiring naluri kepada ambulance masa depan. Kubiarkan senjataku itu menari-nari di atas luka yang telah lama terpndam, semakin kuiris, semakin nyaman. Tak ku hiraukan keadaan, selalu saja ia yang kuandalkan.

Tahukah kau senjataku? Dialah penaku, sang penyelamat dari pelampiasan yang terlarang.
Penaku begitu tajam, mampu menembus penjuru langit dan menyampaikan rintihan tuannya.
Penaku selalu mengerti kepada siapa hendaknya ia berharap.
Penaku tahu betul bagaimana rasa tuannya pada tuhanNya.
Karena TuhanNya adalah pembaca yang luar biasa, tiada tandinganya.

Semoga ada pelajaran yang dapat dipetik dari tulisan ini.
Keep positive thinking to our God, Lord of the world ^_^


Kamis, 25 Januari 2018

Lirih memanggil

Sebenarnya tak tahu harus berkata apa, yang pasti ada rasa gundah yang menyesakkan dada yang tak tahu apa dan harus bagaimana, rasanya hanya ingin mengadu pada Allah saja.

Allah...
Aku rindu...

Aku tanpaMu sungguh hampa
Tak ada daya dan kuasa

Allah... Yaa... Rabb...
Jangan tinggalkan aku sendiri dalam kelam
Tuntunlah hati ini menuju jalanMu yang terang
Ampunilah segala khilaf yang terlarang
Tunjukanlah jalan menuju kemenangan.
Lindunguilah dari syaithon yang menerkam.

Yaa... Allah...
Bantu hamba untuk bertahan!