Jumat, 16 Maret 2018

Allah Sentuh Hatiku


Yaa Allah, ampunkan aku...
Tanpa sadar ku lakukan banyak hal yang tak berguna
Bahkan melakukan maksiat terasa mudah
Terkadang khilaf ini membuncah terlalu dalam
Merobek iman yang telah tertanam

Mungkinkah hatiku mulai membatu?
hingga nurani kian membisu dan merapuh
Imanpun ikut menjadi layu
oleh gempuran nafsu yang terus menyerbu

Ada apa dengan hatiku?
Terasa Allah perlahan menjauh
HidayahMu akan selalu kutunggu
Hingga akhir waktu menjemputku

Allah, sentuh hatiku...
Jangan biarkan ia kelabu
Terangilah ia dengan cahayamu
Karena tak ada daya tanpa kuasaMu.

Sebelum Negara Api Menyerang

Sebelum negara api menyerang, hati ini begitu tenang
Sebelum negara api menyerang, tak ada yang menyibukkan pikiran
Sebelum negara api menyerang, tak ada keraguan
Sebelum negara api menyerang, tak ada kegalauan.
Hei, kau si negara api! Mengapa kau datang membuat negaraku tak karuan?
Tolong, mulai sekarang hapuskan penjajahan dan halalkan hubungan dengan keimanan
Padamkan api asmara kepalsuan dengan kesejukan kasih sayang yang sejati.

Sabtu, 03 Maret 2018

Saat Menulis Membuatku Terus Bermunajat KepadaNya

Tak bisa kupungkiri, menulis itu adalah sesuatu yang menggairahkan. Menuangkan benih-benih pemikiran, perasaan dan pandangan terhadap sesuatu dalam torehan kata-kata sudah menjadi rutinitas yang sulit untuk kutinggalkan. Bermula dari kegalauan yang tak berteman membuat jariku menjadi sumber pelampiasan nurani. Bagiku, menulis adalah suatu nikmat tersendiri ketika tak mampu meluapkan perasaan lewat lisan dan saat krisis rasa memaksa bibir untuk bungkam tanpa tanya.

“Cukup Dia saja yang memahaminya”. Kalimat Itu yang selalu tertanam dalam benakku. Bisa curhat dengan Dia itu menyenangkan dan selalu saja berakhir ketenangan. Saat tak ada yang mampu memahami dirimu, saat tak ada pendengar yang mampu menengahi kebimbanganmu, maka disitulah tuhan selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahmu. Cukuplah Dia tempatmu berbagi, karena Dialah yang maha tahu apa yang terbaik untukmu. Jadi cukup ikuti saja perintah dan laranganNya. Karena tak ada daya dan upaya tanpa pertolonganNya. Teruslah belajar untuk mengerti maksud dan tujuanNya. Dialah Allah ‘Azza wa Jalla, Rabb seluruh alam yang maha pendengar dan maha penyayang.

Sedikit berbagi kisah, sekitar delapan tahun lalu, saat usia masih remaja. Masa dimana kebanyakan orang mengatakan jika masa tersebut adalah golden age, masa yang paling menyenangkan (red: melalaikan). Tapi bagiku, masa-masa itu adalah masa dimana krisis percaya diri mulai memgusik pribadiku. Selalu merasa manjadi manusia yang paling menyedihkan sedunia, rasa syukur hilang entah kemana. Disaat orang lain terlihat begitu bahagia dengan hidupnya sementara saya hanya bisa terpuruk sendiri merenungi duka, memaksa akal untuk berpikir dewasa sebelum waktunya, mencoba meredam nafsu amarah dan kekecewaan yang kian hari semakin menyudutkan diri.
Jika kebanyakan anak zaman now mencari pelampiasan lewat obat-obatan dan perbuatan diluar kewajaran, apalah saya yang hanya mampu mengambil senjata tajam. Senjata tajam yang selalu siap untuk merobek rasa yang membelenggu, memancarkan darah perjuangan, menggiring naluri kepada ambulance masa depan. Kubiarkan senjataku itu menari-nari di atas luka yang telah lama terpndam, semakin kuiris, semakin nyaman. Tak ku hiraukan keadaan, selalu saja ia yang kuandalkan.

Tahukah kau senjataku? Dialah penaku, sang penyelamat dari pelampiasan yang terlarang.
Penaku begitu tajam, mampu menembus penjuru langit dan menyampaikan rintihan tuannya.
Penaku selalu mengerti kepada siapa hendaknya ia berharap.
Penaku tahu betul bagaimana rasa tuannya pada tuhanNya.
Karena TuhanNya adalah pembaca yang luar biasa, tiada tandinganya.

Semoga ada pelajaran yang dapat dipetik dari tulisan ini.
Keep positive thinking to our God, Lord of the world ^_^