“Dan Kami telah mengaruniakan hikmah kepada Luqman, bahwasanya hendaklah engkau bersyukur kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur, maka hanyasanya dia bersyukur bagi dirinya. Dan barangsiapa mengkufuri nikmat, sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuja.” (QS Luqman: 12)
“Hikmah”, tulis Imam Ibn Katsir dalam Tafsirnya, “Yakni pengetahuan, pemahaman, dan daya untuk mengambil pelajaran.” Inilah yang menjadikan Luqman berlimpah kebijaksanaan dalam kata maupun laku. Tetapi setinggi-tinggi hikmah itu adalah kemampuan Luqman untuk bersyukur dan kepandaiannya untuk mengungkapkan terimakasih.
“Kemampuan untuk mensyukuri suatu nikmat”, ujar ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, “Adalah nikmat yang jauh lebih besar daripada nikmat yang disyukuri itu.” Dan pada Luqman, Allah mengaruniakannya hingga dia memahami hakikat kesyukuran secara mendalam. Bersyukur kepada Allah berarti mengambil maslahat, manfaat, dan tambahan nikmat yang berlipat-lipat bagi diri kita sendiri. Bersyukur kepada Allah seperti menuangkan air pada bejana yang penuh, lalu dari wadah itu tumpah ruah bagi kita minuman yang lebih lembut dari susu, lebih manis dari madu, lebih sejuk dari salju.
Maka Luqman adalah ahli syukur yang sempurna syukurnya kepada Allah. Dia mengakui segala nikmat Allah yang dianugrahkan padanya dan memujiNya atas karunia-karunia itu. Dia juga mempergunakan segala nikmat itu di jalan yang diridhai Allah. Dan dia pula berbagi atas nikmat itu kepada sesama sehingga menjadikannya kemanfaatan yang luas.
“Seseorang yang tidak pandai mensyukuri manusia”, demikian Nabi bersabda dalam hadits riwayat Imam At Tirmidzi, “Sungguh dia belum bersyukur kepada Allah.” Maka asas di dalam mendidik dan mewariskan nilai kebaikan kepada anak-anak sebakda bersyukur kepada Allah sebagai pemberi karunia adalah bersyukur kepada sang karunia, yakni diri para bocah yang manis itu.
“Nak, sungguh kami benar-benar beruntung ketika Allah mengaruniakan engkau sebagai buah hati, penyejuk mata, dan pewaris bagi kami. Nak, betapa kami sangat berbahagia, sebab engkaulah karunia Allah yang akan menyempurnakan pengabdian kami sebagai hambaNya dengan mendidikmu. Nak, bukan buatan kami amat bersyukur, sebab doa-doamulah yang nanti akan menyelamatkan kami dan memuliakan di dalam surga.”
Inilah Rasulullah yang mencontohkan pada kita bahwa ungkapan syukur itu bukan hanya dalam kata-kata, melainkan juga perbuatan mesra. “Ya Rasulallah, apakah kau mencium anak-anak kecil itu dan bercanda bersama mereka?”, tanya Al Aqra’ ibn Habis, pemuka Bani Tamim ketika menghadap beliau yang sedang direriung oleh cucu-cucu Baginda.
“Mereka adalah wewangian surga, yang Allah karuniakan pada kita di dunia”, jawab beliau sembari tersenyum.
“Adalah aku”, sahut Al Aqra’ ibn Habis, “Memiliki sepuluh anak. Dan tak satupun di antara mereka pernah kucium.”
“Apa dayaku jika Allah telah mencabut rahmatNya dari hatimu? Barangsiapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.”
Hari ini ketika para orangtua mengeluhkan bahwa putra-putrinya lebih akrab dengan gawai informatika, tercandu permainan daring, dan terbebat media sosial; barangkali harus segera kita perjuangkan agar diri kita kembali lebih asyik untuk disentuh-sentuh dan dipencet-pencet dibanding gadget.
Betapa Nabi membuat takjub Abu Hurairah ketika sepulang dari perjalanan jihad, Al Hasan dan Al Husain telah menjadikan beliau kuda-kudaannya, dipacu berkeliling ruangan dengan asyiknya. "Aduh Nak", ujar sang perawi akbar, "Yang kalian kendarai ini adalah tunggangan termulia di langit dan bumi."
Beliau tersenyum membalas, "Dan para penunggangnya adalah penghulu para pemuda di dunia dan di surga."
Para ayah, tawarkan pada anak kita taman bermain lengkap di rumah, dari badan kita. Tawarkan ayunan dari kedua lengan yang ditautkan jemarinya untuk mereka duduk sambil kitapun menunduk dan mengayunnya maju mundur. Tawarkan komidi putar dengan merentang lengan kanan, persilakan mereka duduk di pergelangannya, lalu pegangi dengan tangan kiri, angkat dan ayunkan naik turun sambil kita terus berputar. Tawarkan jungkat-jungkit dengan menyuruhnya duduk di ujung kaki saat kita bertumpu pada kursi, lalu angkat dan turunkan berulang-ulang. Tawarkan perosotan dengan berbaring 45 derajat di sofa mengenakan kaos serta sarung licin lalu persilakan mereka meluncur dari dada kita.
Dan dengan itu semua, otot lengan hingga perut terlatih semua, hingga para Ayahpun tak perlu sering membuang waktu ke Gym, di mana mereka malah sering dilirik-lirik oleh lawan jenis maupun sesama.
*Rangkuman kajian Ustadz Salim A. Fillah
Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6)
Duhai para ayah ... inilah tugas kita. Melindungi keluarga –anak dan istri- dari api neraka. Ini bukan tugas ringan, tapi sangat berat. Maka, jangan bermain-main dengan tugas ini. Berikan mereka harta belanja yang halal, makan minumnya, pakaiannya, uang sekolahnya, dan biaya hidup lainnya.
Banyak penjelasan dari para mufassir salaf tentang ayat ini, dan di antara yang paling rinci adalah seperti yang dijelaskan oleh Qatadah Rahimahullah berikut ini:
يقيهم أن يأمرهم بطاعة الله، وينهاهم عن معصيته، وأن يقوم عليه بأمر الله يأمرهم به ويساعدهم عليه، فإذا رأيت لله معصية ردعتهم عنها، وزجرتهم عنها.
Melindungi mereka dengan memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah ﷻ dan mencegah mereka dari bermaksiat kepadaNya, dan menegakkan perintah Allah ﷻ dan memerintahkan mereka dengannya dan membantu mereka untuk menjalankannya. Jika engkau melihat mereka bermaksiat kepada Allah ﷻ maka cegahlah dan tolaklah mereka dari maksiat itu. (Imam Ath Thabariy, Jami’ul Bayan, 23/492)
Maka, ajarkanlah mereka adab dan ilmu agama. Cegahlah mereka dari pembangkangan kepada hukum-hukum Allah ﷻ, seperti; membuka aurat dihadapan laki-laki bukan mahramnya, membiarkannya bersama lawan jenis yang bukan mahramnya, melalaikankan shalat, salah memilih kawan pergaulan, membiarkan mereka dalam kesibukan dan hiburan yang melalaikan agama, dan semisalnya.
Ini tugas kita, para ayah .. para suami .. kaum laki-laki, Imam Al Qurthubi mengatakan:
فعلى الرجل أن يصلح نفسه بالطاعة ويصلح أهله
Maka, hendaknya bagi kaum laki-laki memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan juga memperbaiki keluarganya. (Al Jami’u li Ahkamil Quran, 18/171)
Jangan bebankan pendidikan dan pembinaan anak-anak kita hanya kepada istri, justru ini adalah juga tugas kaum laki-laki, para suami.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عنهم
Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya (ahli baitnya), dan dia akan dimintai tanggungjawab tentang mereka. (HR. Muslim No. 1829)
Wallahu A’lam
*Rangkuman kajian Ustadz Salim A. Fillah
Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6)
Duhai para ayah ... inilah tugas kita. Melindungi keluarga –anak dan istri- dari api neraka. Ini bukan tugas ringan, tapi sangat berat. Maka, jangan bermain-main dengan tugas ini. Berikan mereka harta belanja yang halal, makan minumnya, pakaiannya, uang sekolahnya, dan biaya hidup lainnya.
Banyak penjelasan dari para mufassir salaf tentang ayat ini, dan di antara yang paling rinci adalah seperti yang dijelaskan oleh Qatadah Rahimahullah berikut ini:
يقيهم أن يأمرهم بطاعة الله، وينهاهم عن معصيته، وأن يقوم عليه بأمر الله يأمرهم به ويساعدهم عليه، فإذا رأيت لله معصية ردعتهم عنها، وزجرتهم عنها.
Melindungi mereka dengan memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah ﷻ dan mencegah mereka dari bermaksiat kepadaNya, dan menegakkan perintah Allah ﷻ dan memerintahkan mereka dengannya dan membantu mereka untuk menjalankannya. Jika engkau melihat mereka bermaksiat kepada Allah ﷻ maka cegahlah dan tolaklah mereka dari maksiat itu. (Imam Ath Thabariy, Jami’ul Bayan, 23/492)
Maka, ajarkanlah mereka adab dan ilmu agama. Cegahlah mereka dari pembangkangan kepada hukum-hukum Allah ﷻ, seperti; membuka aurat dihadapan laki-laki bukan mahramnya, membiarkannya bersama lawan jenis yang bukan mahramnya, melalaikankan shalat, salah memilih kawan pergaulan, membiarkan mereka dalam kesibukan dan hiburan yang melalaikan agama, dan semisalnya.
Ini tugas kita, para ayah .. para suami .. kaum laki-laki, Imam Al Qurthubi mengatakan:
فعلى الرجل أن يصلح نفسه بالطاعة ويصلح أهله
Maka, hendaknya bagi kaum laki-laki memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan juga memperbaiki keluarganya. (Al Jami’u li Ahkamil Quran, 18/171)
Jangan bebankan pendidikan dan pembinaan anak-anak kita hanya kepada istri, justru ini adalah juga tugas kaum laki-laki, para suami.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عنهم
Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya (ahli baitnya), dan dia akan dimintai tanggungjawab tentang mereka. (HR. Muslim No. 1829)
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar