Air itu datang lagi membanjiri pipi dan meluapkan
rentetan kenangan masa lalu yang menyesakkan dada. Di tengah-tengah lantunan ayatNya,
tetiba masa lalu itu terlintas memadamkan suara, terlebih lagi saat kembali
memaknai apa yang ada dihadapan mata, semakin terisak rasanya. Seperti teriris
sembilu yang merasuk hingga ke qalbu.
Betapa bodohnya diri ini beberapa tahun silam, Saat mereka
yang begitu taat berada sudah sangat dekat, sedangkan hati ini tak jua
terketuk. Hanya sibuk dibuai oleh kesibukan duniawi, mungkin saat itu diri ini
terlalu terpaku dengan dunianya sendiri tanpa menyadari kalau setiap orang sebenarnya
punya kesibukannya masing-masing dan jelaslah mereka pastinya juga punya
kesibukan duniawi yang harus dilakukan tapi mereka tidak menuhankan kesibukan dunianya.
Sungguh malu diri ini, sungguh iri diri ini... penyesalan demi penyesalan yang kian menerjang tak ada lagi gunanya semanya telah berlalu, setidaknya nafas masih di dalam jiwa, masih ada waktu untuk berubah. Semoga Allah senantiasa menjaga hati ini dalam ketaatan dan agamaNya. Sungguh berislam itu indah, sungguh aturanNya itu yang terbaik, sungguh akan bahagia dan tentram rasa hati saat berkumpul bersama mereka yang dekat denganNya.
Kita tahu bahwa kita sesama muslim memiliki kewajiban yang sama dan mempunyai waktu yang sama pula yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Terus apa yang membuat diri ini tak berpikir untuk melakukan apa yang mereka lakukan? Padahal tujuan kita sama, ingin bahagia merasakan nikmat surgaNya. Bukankah Allah menyeru kita untuk Fastabiqul khairat? Katanya ingin bahagia dunia dan akhirat? Tapi kok sudah diberi petunjuk (Al-quran & hadits) diri ini masih gitu-gitu aja? Seolah acuh dan merasa masih punya banyak waktu di dunia. Sebenarnya apa yang menghalangi kita untuk taat? Setelah dipikir-pikir ternyata selain lingkungan yang mendukung, ternyata faktor utama yang membuat diri ini bisa berubah adalah keyakinan dan ketentraman yang mendalam yang dirasakan oleh hati yang berasal dari hasil berpikir dan mengamati dengan menggunakan akal yang telah dianugerahkan oleh Allah sebagai modal spesial manusia di dunia. Setelah kita telah berpikir dan mengamati selanjutnya adalah belajar. Tentunya kita harus belajar, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui aturan-aturanNya, jika kita tidak ada niat untuk mempelajarinya. Semakin kita belajar maka rasa keyakinan itu semakin berkembang yang akan menuntun kita untuk semakin ingin tahu banyak dan memperdalam ilmu. Setelah memperoleh ilmu dari proses belajar langkah selanjutnya adalah mengamalkannya dan yang terakhir adalah istiqomah.
Sungguh malu diri ini, sungguh iri diri ini... penyesalan demi penyesalan yang kian menerjang tak ada lagi gunanya semanya telah berlalu, setidaknya nafas masih di dalam jiwa, masih ada waktu untuk berubah. Semoga Allah senantiasa menjaga hati ini dalam ketaatan dan agamaNya. Sungguh berislam itu indah, sungguh aturanNya itu yang terbaik, sungguh akan bahagia dan tentram rasa hati saat berkumpul bersama mereka yang dekat denganNya.
Kita tahu bahwa kita sesama muslim memiliki kewajiban yang sama dan mempunyai waktu yang sama pula yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Terus apa yang membuat diri ini tak berpikir untuk melakukan apa yang mereka lakukan? Padahal tujuan kita sama, ingin bahagia merasakan nikmat surgaNya. Bukankah Allah menyeru kita untuk Fastabiqul khairat? Katanya ingin bahagia dunia dan akhirat? Tapi kok sudah diberi petunjuk (Al-quran & hadits) diri ini masih gitu-gitu aja? Seolah acuh dan merasa masih punya banyak waktu di dunia. Sebenarnya apa yang menghalangi kita untuk taat? Setelah dipikir-pikir ternyata selain lingkungan yang mendukung, ternyata faktor utama yang membuat diri ini bisa berubah adalah keyakinan dan ketentraman yang mendalam yang dirasakan oleh hati yang berasal dari hasil berpikir dan mengamati dengan menggunakan akal yang telah dianugerahkan oleh Allah sebagai modal spesial manusia di dunia. Setelah kita telah berpikir dan mengamati selanjutnya adalah belajar. Tentunya kita harus belajar, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui aturan-aturanNya, jika kita tidak ada niat untuk mempelajarinya. Semakin kita belajar maka rasa keyakinan itu semakin berkembang yang akan menuntun kita untuk semakin ingin tahu banyak dan memperdalam ilmu. Setelah memperoleh ilmu dari proses belajar langkah selanjutnya adalah mengamalkannya dan yang terakhir adalah istiqomah.
Terus bagaimana jika sebenarnya kita sudah
mengetahuinya dan lantas tak mengamalkannya? Nah, disitulah keyakinan dan
keimanan kita diuji (QS. AL-Ankabut:2-3)
jika kita yakin dengan janjiNya maka sudah sewajarnyalah kita mengikuti aturan
main yang telah ditentukanNya. Just “sami’na
wa atho’na” kami mendengar dan kami taat. Tak perlu mencari alasan untuk
terbebas dari aturanNya. Jika sudah yakin, mulailah untuk melakukannya sedikit
demi sedikt yang lama-lama menjadi bukit alias menjadi terbiasa. Jika sudah
terbiasa maka akan terasa aneh jika kebiasaan itu ditinggalkan.
HidayahNya ternyata begitu dekat, tapi hati ini tak peka untuk
menyadarinya, terlalu malas untuk memikirkannya, dan terlalu buta untuk memperhatikannya.
"Siapa yang Allah kehendaki
kebaikan baginya, Allah akan memfaqihkannya (memahamkan) dalam agama” [HR.Bukhari dan Muslim]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar